Senin, 25 Juni 2018
Selasa, 01 Mei 2018
Oleh: Yunus, S.H.
PENDAHULUAN
Pada Pasal 24 Ayat 3 UUD NRI 1945
disebutkan bahwa badan-badan
lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam
undang-undang [1]. Badan-badan lain yang
dimaksud adalah Pengadilan Khusus seperti pengadilan Tipikor, Pengadilan Niaga,
Pengadilan Hubungan Industrial dan Pengadilan HAM. Kehadiran badan-badan lain
selain daripada Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung beserta badan peradilan
di bawahnya bertujuan agar proses peradilan dapat menyesuaikan diri dalam
penyelesaian perkara sehubungan dengan munculnya perkara-perkara baru sesuai
dengan perkembangan zaman.
UU Nomor 5 Tahun 1999
merupakan UU yang pertama disusun di era reformasi serta sekaligus disebut juga
sebagai UU yang pertama kali lahir dari inisiatif DPR. Pada awal proses
penyusunannya, UU ini diharapkan dapat menjadi solusi atas berbagai
permasalahan dalam dunia usaha selama pemerintahan Orde Baru yang sarat dengan
paraktik monopoli yang diciptakan oleh pemerintah bagi segelintir pelaku usaha
tertentu yang memiliki kedaulatan dengan penguasa.[2]
Komisi Pengawas Persaingan
Usaha atau KPPU merupakan lembaga independen dalam status kelembagaan yang
sifatnya ad-hoc. Dalam proses peradilan, Majelis Komisi selaku
Pengadil atau judge dan Investigator selaku Penyidik dan
Penuntut bertindak mewakili lembaga KPPU secara bersamaan. Hal ini menandakan
tidak adanya independensi Peradilan dalam mengadili perkara praktik monopoli
dan persaingan usaha tidak sehat. Dimana posisi pengadil haruslah berada dalam keadaan netral yang akan memberikan putusan seadil-adilnya.
PEMBAHASAN
Mekanisme Penyelesaian Perkara Praktik Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat.
Tugas dan Kewenangan Komisi Pengawas Persaingan Usaha[3]
Untuk
mengawasi pelaksanaan UU Antimonopoli, maka dibentuklah Komisi Pengawas
Peresaingan Usaha (KPPU) dengan Keputusan Presiden No. 75 Tahun 1999 yang
merupakan pelaksanaa dari ketentuan Pasal 30 Ayat 1 UU Antimonopoli. Untuk
pertama kali anggota KPPU ditetapkan dengan Keputusan Presiden No. 162/M Tahun
2000 tertanggal 7 Juni 2000, yang terdiri dari sebelas anggota selama lima
tahun ke depan. Tugas dari KPPU dijabarkan dalam Pasal 35 UU
Antimonopolimeliputi:
a. Melakukan penilaian
terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan
atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur di dalam Pasal 4 sampai
dengan Pasal 16;
b. Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan
atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli
dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 17 sampai
dengan Pasal 24;
c. Melakukan penilaian terhadap ada atau tidak
adanya penyalahgunaan posisi dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya
praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam
Pasal 25 sampai dengan Pasal 28;
d. Mengambil tindakan sesduai dengan wewenang
Komisi sebagaimana diatur dalam Pasal 36;
e. Memberikan saran dan pertimbangan terhadap
kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan praktik monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat;
f. Menyusun pedoman dan atau publikasi yang
berkaitan dengan undang-undang ini;
g. Memberikan
laporan secara berkala atas hasil kerja Komisi kepada presiden dan Dewan
Perwakilan Rakyat.
Adapun kewenangan dari
KPPU dijabarkan di dalam ketentuan Pasal 36 yang meliputi:
a. Menerima laporan masyarakat dan atau dari pelaku
usaha tentang dugaan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha
tidak sehat;
b. Melakukan penelitian tentang dugaan adanya
kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan
terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
c. Melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan
terhadap kasus dugaan praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
yang dilaporkan oleh masyarakat atau oleh pelaku usaha atau yang ditemukan oleh
Komisi sebagai hasil dari penelitiannya;
d. Menyimpulkan hasil penyelidikan dan atau pemeriksaan
tentang ada atau tidak adanya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
e. Memanggil pelaku usaha
yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini;
f. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli, dan
setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap ketentuan
undang-undang ini;
g. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan
pelaku usaha, saksi ahli atau setiap orang sebagaimana dimaksud huruf e dan
huruf f, yang tidak bersedia memenuhi panggilan Komisi;
h. Meminta keterangan dari instansi pemerintah
dalam kaitannya dengan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap pelaku usaha
yang melanggar ketentuan undang-undang ini;
i. Mendapatkan, meneliti
dan atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan dan
atau pemeriksaan;
j. Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya
kerugian di pihak pelaku usaha lainatau masyarakat;
k. Memberitahukan putusan komisi kepada pelaku
usaha yang diduga melakukan praktik monopoli dan atau persaingan usaha
tidak sehat;
l. Menjatuhkan
sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang melanggar
ketentuan undang-undang ini.
Pemeriksaan dalam Sidang KPPU [4]
Dalam
penanganan perkara praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, KPPU
memiliki dua tahap pemeriksaan, yaitu:
1) Prosedur Administratif
Kegiatan
prosedur administratif ini meliputi sebagai berikut:
a. Pemeriksaan
Identitas
Bagi pelaku usaha, saksi atau pihak lain yang diperiksa oleh
Majelis Komisi, wajib menunjukkan identitasnya. Majelis Komisi yang melakukan
pemeriksaan dan penyelidikan terdiri dari tiga anggota KPPU dengan dibantu
beberapa orang staf sebagai investigator (penyelidik). Apabila pelaku usaha
atau saksi adalah suatu perusahaan, maka yang berhak mewakili adalah direktur
sebagaimana ditetapkan di dalam anggaran dasar dari perusahaan tersebut. Pelaku
usaha yang dipanggil diwajibkan untuk melampirkan anggaran dasar perusahaannya.
b. Pembacaan Hak dari Pelaku Usaha, Saksi atau Pihak Lain
Pelaku usaha, saksi ataupun pihak lain yang diperiksa berhak
didampingi oleh kuasa hukumnya berdasarkan ketentuan Pasal 20 Kep. No. 05.
Setiap kuasa hukum berhak hadir di dalam persidangan Majelis Komisi dengan
surat kuasa, yang aslinya diserahkan kepada panitera sidang pemeriksaan beserta
identitas dari kuasa hukumnya.
2) Pemeriksaan
terhadap Pokok Permasalahan
Pemeriksaan
terhadap pokok permasalahan dibagi dalam dua tahap sebagai berikut:
a. Pemeriksaan oleh
KPPU
Segera setelah selesai dilakukannya tahap Prosedur
Administratif, Persidangan Majelis KPPU dibuka dengan terlebih dahulu dibacakan
tata tertib sidang. KPPU mengartikan pemeriksaan yang dilakukan terhadap pelaku
usaha ataupun saksi-saksi mengacu kepada pemeriksaan dalam hukum acara pidana,
di mana pelaku usaha ataupun saksi langsung diperiksa tanpa adanya hak untuk
diwakilkan kepada penasihat hukum. Namun untuk menjawab pertanyaan yang
diajukan oleh KPPU, Pelaku usaha atau saksi diperkenankan untuk berkonsultasi
dengan penasihat hukumnya dengan seizin Majelis Komisi.
Pemeriksaan
yang dilakukan oleh KPPU sifatnya searah dan pertanyaan yang diajukan
disesuaikan dengan pandangan dari KPPU terhadap permasalahan yang ada.
Pihak-pihak yang diperiksa tidak diberikan kesempatan untuk memberikan
tanggapan atas dokumen-dokumen ataupun Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang
diperoleh oleh KPPU sebelumnya dari pelaku usaha lain ataupun saksi yang ikut
diperiksa di dalam perkara yang sama ataupun dokumen yang diperoleh KPPU dari
pihak-pihak yang melapor kepada KPPU.
Yang
menjadi pertanyaan, apakah mekanisme tersebut sudah tepat? Kapankah pelaku
usaha yang telah ditetapkan sebagai terlapor mendapat kesempatan untuk
memberikan tanggapan atas keterangan pelaku usaha lain ataupun saksi apabila
diberikan kesempatan kepada pelaku usaha yang diperiksa untuk melihat
dokumen-dokumen yang diberikan pihak lain, tentunya pelaku usaha tersebut dapat
memberikan masukan-masukan ataupun membatah kebenaran dokumen-dokumen yang
diperoleh oleh KPPU dari pihak-pihak lain, dan KPPU dapat juga membandingkan
keterangan pelaku usaha dengan saksi-saksi ataupun melakukan cek silang antara
keterangan pelaku usaha dengan keterangan saksi ataupun pihak pelapor untuk
mencari kebenaran materil. Apabila secara silang ini, maka terjadi “due
process of law”, di mana pemeriksaan terhadap pelaku usaha dan saksi
benar-benar terjadi, dan putusan KPPU nantinya tidak didasarkan kepada
kesimpulan dan pandangan dari sisi KPPU saja mengenai permasalahan yang ada,
tetapi benar-benar keputusan yang adil. Mekanisme “cross check” ini
sayangnya tidak diberikan oleh KPPU kepada pelaku usaha yang diperiksa, dengan
alasan bahwa apabila hal tersebut dilakukan, KPPU telah melanggar ketentuan
Pasal 39 Ayat (3) UU Antimonopoli, di mana KPPU berkewajiban untuk menjaga
informasi yang diperoleh dari pelaku usaha yang dikategorikan sebagai rahasia
perusahaan.
PENUTUP
Putusan
KPPU didasarkan kepada kesimpulan dan pandangan dari sisi KPPU saja mengenai
permasalahan yang ada. Mekanisme “cross check” tidak diberikan
oleh KPPU kepada pelaku usaha yang diperiksa, dengan alasan bahwa apabila hal
tersebut dilakukan, KPPU telah melanggar ketentuan Pasal 39 Ayat (3) UU
Antimonopoli, di mana KPPU berkewajiban untuk menjaga informasi yang diperoleh
dari pelaku usaha yang dikategorikan sebagai rahasia perusahaan.
Kehadiran
Badan-badan lain selain daripada Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung beserta
badan peradilan di bawahnya, seperti kehadiran Komisi Pengawas Persaingan Usaha
atau KPPU dalam mengadili perkara praktik monopoli dan persaingan usaha tidak
sehat menimbulkan kerancuan dalam sistem peradilan di Indonesia merupakan tindakan
inkonstitusional, karena bukan merupakan badan peradilan di bawah Mahkamah
Agung yang kewenangannya telah diberikan secara atributif oleh UUD NRI 1945
khusunya pada Pasal 24 Ayat 2 yang menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman
dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan peradilan yang berada
di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama,
lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh
sebuah mahkamah konstitusi.
Komisi
Pengawas Persaingan Usaha sejatinya berada di bawah naungan Mahkamah Agung
dengan menjadikan Pengadilan Khusus yang mengadili Perkara Praktik Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat, agar proses peradilan dapat dilakukan dengan
mengacu pada hukum acara pidana pada umumnya dan mendapat kedudukan hukum dalam
sistem ketatanegaraan Indonesia dengan menjunjung tinggi asas independensi peradilan.
DAFTAR
BACAAN
[1] Pasal 24 ayat 2 dan 3
UUD NRI 1945
[2] Sukendar. 2009.
Kedudukan Lembaga Negara Khusus (Auxilary State’s Organ) Dalam Konfigurasi
Ketatanegaraan Modern Indonesia (Studi Mengenai Kedudukan Komisi Pengawas
Persaingan Usaha Dalam Sistem Ketatanegaraan). Jurnal Persaingan Usaha. 9 (1):
170
[3] Desvito Wibowo dan
Harjon Sinaga. 2004. Hukum Acara Persaingan Usaha. Jakarta: Rajawali Pres. Hlm.
2
[4] Ibid. Hlm. 32-39
Rabu, 25 April 2018
Oleh: Yunus, S.H.
PENGADILAN
Pengadilan
merupakan sarana bagi masyarakat pencari keadilan untuk memperjuangkan haknya.
Memberikan keadilan yang seadil-adilnya merupakan bagian daripada misi Mahkamah Agung (MA). Berdasarkan Blue Print Mahkamah
Agung 2010-2035, Visi Mahkamah Agung adalah “Terwujudnya Badan Peradilan yang
Agung” dan dijabarkan kedalam empat (4) Misi MA yaitu (1) menjaga kemandirian
badan peradilan, (2) memberikan pelayanan hukum yang berkeadilan kepada pencari
keadilan, (3) meningkatkan kualitas kepemimpinan badan peradilan, (4)
meningkatkan kredibilitas dan transparansi badan peradilan. Misi MA dalam memberikan
pelayanan hukum yang berkeadilan bagi pencari keadilan menandakan bahwa
pengadilan sebagai ‘pelayan’ harus aktif melayani masyarakat pencari keadilan
tanpa membeda-bedakan satu dengan yang lainnya. Hal itu sejalan dengan program
pemerintah dalam hal ini Kementerian Aparatur Sipil Negara dan Reformasi
Birokrasi (Kemenpan-RB) dalam melakukan pembaharuan dan perubahan sistem
penyelenggaraan pemerintahan terutama pada aspek kelembagaan/organisasi yang
lebih baik dalam hal pemberian pelayanan kepada masyarakat.
WARGA PERADILAN
Berdasarkan
Peraturan Mahkamah Agung No. 7 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kepaniteraan dan Kesekretariatan Pengadilan, organ pimpinan pengadilan terdiri
dari Ketua, Wakil Ketua, Panitera dan Sekretaris. Susunan organisasi
Kepaniteraan Pengadilan Negeri kelas II terdiri dari Panitera Muda Pidana,
Panitera Muda Perdata, dan Panitera Muda Hukum. Sedangkan susunan organisasi
Kesekretariatan Pengadilan Negeri kelas II terdiri dari Sub Bagian Umum dan
Keuangan, Sub Bagian Kepegawaian dan Organisasi dan Tata Laksana, dan Sub
Bagian Perencanaan, Teknologi Informasi dan Pelaporan.
Kewenangan
melaksanakan tugas kekuasaan kehakiman dimiliki oleh Majelis Hakim. Hakim
adalah organ pengadilan yang dianggap memahami hukum, yang dipundaknya telah
diletakkan kewajiban dan tanggung jawab agar hukum dan keadilan itu
ditegakkan, baik yang berdasarkan kepada tertulis atau tidak tertulis
(mengadili suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak atau
kurang jelas), dan tidak boleh ada satupun yang bertentangan dengan asas dan
sendi peradilan berdasar Tuhan Yang Maha Esa. Kedudukan hakim telah diatur dalam Pasal 24 Ayat (1) UUD NRI 1945 bahwa
kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan
peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan; Ayat (2): Kekuasaan kehakiman
dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya
dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan
peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha Negara, dan oleh sebuah
Mahkamah Konstitusi.
Fungsi
kekuasaan kehakiman diatur dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman (UU Kekuasaan Kehakiman) yang berbunyi
“Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan
Pancasila, demi terselenggaranya negara Hukum Republik Indonesia.” Dalam Pasal
10 UU Kekuasaan Kehakiman disebutkan “Pengadilan dilarang menolak untuk
memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih
bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan
mengadilinya”. Selanjutnya pada Pasal 5 Ayat (1) UU Kekuasaan Kehakiman
disebutkan bahwa “Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti dan
memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”. Hal
ini berarti bahwa peran hakim sangatlah penting dalam memberikan keadilan bagi
para pencari keadilan.
HAK-HAK PENCARI KEADILAN
Pada Pasal 6 Ayat 1 huruf c SK KMA-RI
No. 144/KMA/SK/VIII/2007 disebutkan bahwa hak-hak masyarakat pencari keadilan
yaitu: Berhak memperoleh Bantuan Hukum; Berhak perkaranya segera dimajukan ke
pengadilan oleh Penuntut Umum; Berhak segera diadili oleh Pengadilan; Berhak
mengetahui apa yang disangkakan kepadanya pada awal pemeriksaan; Berhak
mengetahui apa yang disangkakan kepadanya dalam bahasa yang dimengerti olehnya;
Berhak memberikan keterangan secara bebas dihadapan hakim; Berhak mendapatkan
bantuan juru bahasa/penerjemah jika tidak paham bahasa Indonesia; Berhak memilih
penasehat hukumnya sendiri; Berhak menghubungi penasehat hukumnya sesuai dengan
ketentuan undang-undang; Bagi orang asing berhak menghubungi/berbicara dengan
perwakilan negaranya dalam menghadapi proses persidangan; Berhak
menghubungi/menerima kunjungan dokter pribadinya dalam hal terdakwa
ditahan; Berhak mengetahui tentang penahanan atas dirinya oleh pejabat yang
berwenang; Berhak menghubungi/menerima kunjungan keluarga untuk mendapatkan
jaminan penangguhan penahanan atau mendapatkan bantuan hukum; Berhak
menghubungi/menerima orang lain yang tidak berhubungan dengan perkaranya untuk
kepentingan pekerjaan atau kepentingan keluarganya; Berhak mengirim/menerima
surat ke/dari Penasehat hukumnya atau keluarganya setiap kali diperlukan
olehnya; Berhak menghubungi/menerima kunjungan rohaniawan; Berhak diadili dalam
sidang yang terbuka untuk umum. Masyarakat sebagai subjek hukum memiliki
hak dan kewajiban dalam memperoleh pelayanan hukum yang terbaik. Tingkat
kepuasan masyarakat terhadap pelayanan publik di pengadilan merupakan ukuran
keberhasilan bagi setiap pengadilan. Penulis beranggapan bahwa selain
memberikan keadilan, seyogyanya hakim sebagai Role Model bagi masyarakat dalam mewujudkan lingkungan masyarakat
yang saling memanusiakan (Sipakatau),
saling menghormati (Sipakalebbi), dan
saling mengingatkan (Sipakainge) agar
tercipta lingkungan masyarakat yang tertib dan damai.
SIPAKATAU
Sipakatau merupakan bahasa bugis yang
artinya sifat/perilaku yang saling memanusiakan, tidak saling membeda-bedakan. Dalam
hukum acara dikenal asas “Equality before
of the Law” artinya semua orang sama di hadapan hukum. Oleh karena itu, Hakim
atau seluruh unsur pengadilan wajib memperlakukan dan melayani para pencari
keadilan dengan sebaik-baiknya tanpa membedakan-bedakan status sosial dan
kondisi perekonomi mereka.
SIPAKALEBBI
Sipakalebbi merupakan bahasa bugis yang
artinya sifat/perilaku saling menghargai sesama manusia. Sikap sederhananya
adalah pimpinan pengadilan memperlakukan staf/pegawai pengadilan dengan rasa
hormat yang tinggi tanpa sewenang-wenang. Begitu pula dengan sebaliknya,
staf/pegawai patuh dan taat terhadap perintah/kebijakan pimpinan pengadilan.
SIPAKAINGE
Sipakainge merupakan bahasa bugis yang
artinya sifat/perilaku saling mengingatkan sesama manusia. Seorang pimpinan
pengadilan yang baik adalah mampu mengarahkan pegawainya ke arah yang benar,
dan mampu menerima saran dari pegawainya untuk kebaikan pimpinan pengadilan itu
sendiri. Selain itu, seorang hakim pada hakikatnya bukan hanya menghukum
terdakwa dengan hukuman penjara atau denda, melainkan seorang hakim seyogyanya
mengingatkan kepada terdakwa atas apa yang telah dilakukannya merupakan
tindakan yang merugikan dan dilarang oleh hukum. Hakim seyogyanya memberikan
nasihat-nasihat kepada terdakwa agar tidak mengulangi perbuatannya lagi dan
menata kehidupan yang lebih baik lagi demi terciptanya kedamaian dalam
berkehidupan, baik di dalam lingkungan keluarga maupun dalam lingkungan
masyarakat.
DAFTAR BACAAN:
- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
- Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Pokok-Pokok Kekuasaaan Kehakiman
- Peraturan Mahkamah Agung RI No. 7 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kepaniteraan dan Kesekretariatan Peradilan
Selasa, 24 April 2018
Pada saat ini, kita hidup di zaman globalisasi atau bisa juga disebut
zaman modernisasi. Modernisasi sendiri dalam ilmu sosial merujuk pada bentuk
transformasi dari keadaan yang kurang maju atau kurang berkembang ke arah yang
lebih baik dengan harapan kehidupan masyarakat akan menjadi lebih baik.
Modernisasi mencakup banyak bidang, contohnya dalam bidang ilmu pengetahuan dan
teknologi. Di zaman modernisasi seperti sekarang, manusia sangat bergantung
pada teknologi. Hal ini membuat teknologi menjadi kebutuhan dasar setiap orang.
Dari orang tua hingga anak muda, para ahli hingga orang awam pun menggunakan
teknologi dalam berbagai aspek kehidupannya. Kebutuhan manusia akan teknologi
juga didukung dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat
pesat. Perkembangan teknologi berkembang secara drastis dan terus berevolusi
hingga sekarang dan semakin mendunia. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya
inovasi dan penemuan yang sederhana hingga sangat rumit. Bahkan, kurang dari 10
tahun terakhir, teknologi handphone yang awalnya hanya sebuah alat komunikasi
nirkabel berkembang menjadi alat komunikasi yang dapat mengambil foto, merekam
video, mendengarkan musik, dan mengakses internet dalam hitungan detik.
Perkembangan teknologi saat ini merupakan dasar untuk mengembangkan kehidupan
berbangsa dan bernegara. Kemajuan suatu negara didasarkan atas seberapa jauh
ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikuasai oleh negara tersebut. Hal ini
sangat beralasan dikarenakan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan dasar
dari setiap aspek kehidupan manusia. Bangsa Indonesia merupakan salah satu
bangsa yang hidup dalam lingkungan global, maka mau tidak mau juga harus terlibat
dalam maju mundurnya penguasaan teknologi dan ilmu pengetahuan, khususnya untuk
kepentingan bangsa sendiri.
Mahkamah Agung sebagai
lembaga peradilan di Indonesia tak ingin tertinggal oleh cepatnya arus
digitalisasi, untuk itu Mahkamah Agung berencana meluncurkan aplikasi
berbasis online yang disebut e-Court, keseriusan
dari Mahkamah Agung untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dengan basis
teknologi diwujudkan dengan keluarnya Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 3 Tahun
2018 tentang Administrasi Perkara di Pengadilan secara Elektronik.
e-Court merupakan gabungan dari
e-Filling, e-Payment, dan e-Summons. e-Court
adalah layanan yang diberikan oleh Mahkamah Agung untuk dapat melakukan
pendaftaran perkara secara online, mendapatkan e-SKUM secara online, pembayaran
secara online, konfirmasi pembayaran secara online, dan mendapatkan notifikasi
secara online dalam jaringan yang dapat diakses sebagai portal dan juga melalui
aplikasi. Dalam e-Court, kita hanya
perlu satu username dan password, sangat praktis.
Mahkamah Agung berharap melalui
kemudahan dalam melakukan pendaftaran perkara secara online, mendapatkan e-SKUM
secara online, pembayaran secara online, konfirmasi pembayaran secara online,
dan mendapatkan notifikasi secara online melalui e-Court dapat membantu dan memudahkan masyarakat pencari keadilan
dalam melakukan pengurusan berkas perkara di Pengadilan tingkat
pertama, banding, dan kasasi dengan mudah dimana saja secara online. Untuk mendapatkan layanan ini, masyarakat
pencari keadilan dapat mendaftarkan diri dan mengaktifkan layanan e-Court dengan cara mengaksesnya melalui
website e-Court. Atau mendownload aplikasi e-Court melalui layanan Playstore
(Android) atau Appstore (Iphone)
secara gratis. Bagi masyarakat pencari keadilan dapat mengaktifkan layanan e-Court dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
- Melakukan
Registrasi
- Melakukan
konfirmasi melalui email
- Melakukan
data diri (data kuasa hukum dan dataasyarakat pencari keadilan)
- Melakukan
pendaftaran perkara via e-Court
- Memilih
Pengadilan tujuan via e-Court
- Mendapatkan
nomor rekening via e-Court
- Melakukan
penginputan data pihak via e-Court
- Melakukan upload berkas via e-Court
- Mendapatkan
notifikasi detail transparansi komponen biaya panjar via e-Court
- Melakukan
cetak SKUM via e-Court
- Melakukan
pembayaran (via online atau manual)
- Mendapatkan
notifikasi konfirmasi pembayaran via e-Court
dan email
- Mendapatkan
notifikasi verifikasi data via e-Court
- Mendapatkan
nomor perkara via e-Court
Mudah dan praktis kan? Yuk, tunggu
apalagi segera aktifkan e-Court mu
untuk menikmati kemudahan dan kepraktisan!
DAFTAR BACAAN:
- PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NO. 3 TAHUN 2018